05 Juni 2009

si putri

Ini masih ceritaku bersama si ganteng Ikhwan Saefulloh atau iPul. Masih inget kan? Jadi gak perlu aku ceritain ulang tentang siapa temen aku yang satu itu. Dulu aku dan iPul kost dalam satu tempat yang sama. Pemilik kost itu bernama ”mbah Yem”. Udah tua orangnya (ya iyya lah, panggilannya aja mbah) dan cerewetnya melebihi umurnya. Tiada hari tanpa ngomel-ngomel. Dari hal kecil sampe hal yang gedhe semua di omelin. Dari mulai mandi yang ngabis-ngabisin aer, sampe pulang agak malem sedikit, selalu aja di omelin.
Yang nggak masuk akal, suatu hari di depan pintu kamarku tergeletak ”suntikan” bekas Refil Printer.(dataprint). Demi melihat benda seperti itu, mbah yem langsung mencak-mencak.
”siapa pake Narkoba di kost ini??? ayo jawab?? Narkoba itu di larang agama? Apa lagi maen suntik-suntikan segala!!” teriak mbah yem membabi buta. Aku sama iPul yang sedang di dalam kamar pun keluar melihat apa yang terjadi. Ternyata Mbah Yem tengah mencak-mencak sambil mengacung-acungkan suntikan bekas isi ulang printer. Demi melihat itu, aku dan iPul tidak bisa menahan tawa. Kami pun tertawa terbahak-bahak. Mana ada sih, narkoba pake suntikan sebesar itu??warna hitam pula...he he he he

Begitulah mbah Yem, biar suka ngomel dan cerewet, sesungguhnya dia amat sangat baik hati. Kalo dia ada makanan lebih, pasti kita di kasih. Sisanya maksudnya…ha ha ha ha…(ampun mbah….)

Di kost mbah Yem, kita berdua berkenalan dengan si Putri. Sebuah sepeda motor Suzuki A100, ntah tahun brapa. Mungkin 80an. He he he, seumuranku. Bahkan mungkin lebih tua. (satu hal yang sama denganku,dia juga belum kawin!!!)ha ha ha
Si Putri berwarna hitam legam. Bener-bener tidak sesuai dengan namanya. Shokbreaker belakangnya sudah tidak ada per nya sama sekali. Kalo naik si Putri, siap-siap aja sakit perut. Slebor depan juga entah dimana sehingga memperlihatkan dengan jelas ban depan yang sudah gundul. Jadi apa bila jalan di jalanan yang becek, maka airnya muncrat-muncrat sampe ke muka.

Temenku Nanang Budianto yang memberi julukan motor itu ”si Putri”. Kenapa si Putri???, karena eh karena motor itu mempunyai kecepatan maksimal 40 km / jam. Itu pun kalo dengan kecepatan maksimal sudah bergetar semua, seakan-akan spear part nya mau mencelat semua. Karena jalannya yang pelan seperti ”putri solo’, maka Nanang memberi nama motor itu ”si Putri”. Dan kitapun sepakat dengan nama itu. Saking pelannya jalan si Putri, pernah suatu hari aku dan iPul yang memang kuliah satu jurusan, (Seni Rupa & Desain UNNES), waktu itu ada kuliah pagi. Karena nggak ada motor lain di situ, maka kita berdua sepakat bawa si Putri. Dari mulai awal saja, si Putri sudah nampak males-malesan mengantar kami kuliah. Kami harus bercucuran keringat untuk nyetaternya. Tapi tak lama kemudian akhirnya bisa jalan juga. Tapi ya itu. Pelaaaan banget. Sesampainya di kampus, betapa kagetnya kami berdua, ternyata kuliah sudah selesai setengah jam yang lalu.he he he Kami juga nggak habis pikir, betapa lambannya si Putri.

Rumah mbah Yem tempat kami indekost ada di daerah Sampangan Semarang. Sekitar 7 Km dari kampusku. UNNES tersayang. Tapi dari arah Sampangan ke kampus, jalannya naek-naek ke puncak gunung, dan tinggi-tinggi sekali.ha ha ha... Melewati jalan menanjak sepanjang 5 km. Kalo naek motor normal atau naek angkot Cuma memerlukan waktu paling lama 20 menit. Tapi dengan si Putri, terbukti 2 jam kita baru nyampe. Cape deh....

Si Putri sebenarnya adalah milik dari temen kosku, namanya Doni. Tapi nggak tahu kenapa si Doni sendiri enggan banget menggunakan si Putri. Dia lebih suka kemana-mana naek mobil Suzuki Katana nya. (ya jelas lah!!). Jadi si Putri cuma tergeletak lesu di sudut garasi mengharap ada yang menjamahnya. He he he kayak jablay ajah. Karena aku dan iPul nggak ada sarana transportasi lain, maka si Putri walaupun sering merepotkan, tetep kami manfaatkan dengan sepenuh jiwa dan raga.

Malem itu aku dan iPul ada acara di kampus. Seperti hari-hari sebelumnya, setelah pinjem kendaraan ‘normal’ kesana-kesini nggak dapet, akhirnya aku dan iPul sepakat memaksa siPutri untuk mengantar kami. Sebenarnya kami juga nggak tega melihat siPutri, apa lagi putri harus berjalan menanjak 5 km dengan membawa kami berdua. Tapi karena kita sudah terpaksa banget akhirnya mau tidak mau hanya siPutri lah yang bisa menolong kita.

Aku yang di depan, dan iPul membonceng dengan mesranya. He he he. Kami berjalan pelan-pelan bagaikan sangat menikmati perjalanan. Padahal emang si Putri yang nggak bisa cepet. Ketika jalan mulai naik di daerah Dewi Sartika, kami berdua berdo’a bersama.
”ya Allah kuatkanlah si putri menghadapi cobaan ini.....Amiin..”
Pelan-pelan kami dan si Putri mulai merayap naik. iPul tanpa henti-hentinya berdoa, dan sesekali memberi semangat padaku. Sampai di perumahan ”Puri Sartika” satu tahap sudah terlewati. Masih ada tanjakan lagi, dan lebih curam kemiringanya.

Ketika tanjakan tinggal menyisakan 100 meter lagi, tepatnya di daerah Trangkil, ternyata apa yang aku takutkan terjadi juga. Si Putri menunjukan tanda-tanda mau ngambek. Aku paksa menarik gas lagi, tapi si putri benar-benar mati. Kemudian sunyi. Jalan di daerah Trangkil memang sepi. Apa lagi waktu sudah sekitar jam 9 malam. Kami berdua bingung, haruskah melanjutkan perjalanan yang tinggal sa’iprit, ataukah kembali pulang ke bawah dengan di ”gelinding” kan. Akhirnya kami sepakat untuk menuntun si Putri sampe dengan jalan yang datar. Karena di dekat kampus memang ada bengkel. Aku nuntun di depan, dan iPul mendorong di belakang. Karena jalan menanjak yang lumayan curam, kamipun merasa bagaikan menyeret si gendut ”preti asmara”. Pegel, capek, ngilu, lemes, haus bercampur jadi satu. Kamipun bergantian. Gantian aku yang mendorongnya, dan iPul yang menuntun si Putri.

Dengan bermandikan keringat, sampe juga kami berdua di jalan yang datar. Nafas kami benar-benar tersengal-sengal. Apalagi iPul, karna dia perokok berat. Karena siPutri tidak punya standard buat penyangganya, maka kami biarkan siPutri tergeletak dengan manja di pinggir jalan. karena saking capeknya, serta mata yang berkunang-kunang, maka kami rebahan di jalan yang sepi itu. Beberapa motor dari arah bawah lewat, sempat melihat kami, tapi terus melanjutkan lagi perjalanan. Kita berdua cuek aja, karena memang masih capek banget.

Kita nggak nyadar kalo ke”cuek”an kami membawa mala petaka buat kami. Tanpa kami sadari, dari arah kampus, ada banyak sekali orang datang menuju tempat kami. Heboh dan rame banget. Kami pun bingung ada apa gerangan.
”mana korban tabrak lari nya?” salah satu orang yang menghampiri kami bicara seperti itu.
Mereka pun pada ngerubungi kami yang duduk sambil kebingungan.

Rupanya tadi orang yang melihat kami berbaring di jalan, serta lihat posisi si Putri yang tanpa standard mengira kami adalah korban kecelakaan, dan memanggil orang-orang kampung. Setelah tahu kalo ternyata kami bukan korban tabrak lari, mereka merasa tertipu, mereka rame-rame menghujat kami. Menganggap kami penipu. Bahkan kami sempet mau di massa..(wuih...serem banget) untung saja kemudian muncul orang-orang kampung yang merupakan teman-teman kami dari arah kampus, merekapun menjelaskan semuanya.

Kemudian orang-orang itu membubarkan diri. Sambil terus ngomel-ngomel seperti mbah Yem.

Aku dan iPul pun saling berpandangan, kemudian mata kami bersamaan melihat si Putri yang di pandangan kami berdua seakan-akan tengah tersenyum puas karena berhasil ngerjain kita.


Semua gara-raga si Putri.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar