Alhamdulillah...
Itu kata yang tak pernah henti-hentinya keluar dari lubuk sanubariku. Dalam setiap helaan nafasku aku berusaha untuk terus mengucap kata syukur itu kepada Gusti Allah SWT.
Alhamdulillah..
Setelah sekian lamanya aku tidak nulis “notes di Facebook”, sore ini sambil mendengarkan gemericik air yang jatuh ke kolam pemancingan depan rumah kontrakan mungilku, perasaanku terbawa sampai di atas keyboard ini.
Rumah kontrakan mungil ini buatku adalah salah satu bukti bahwa Allah SWT telah mengatur hidupku dengan cara-Nya yang misterius. Allah SWT selalu menolongku disaat tidak ada lagi orang yang sanggup menolongku. Memang, hidup ini mesti ingat pada kalimat yang pernah aku dengar pada suatu ceramah salat jumat beberapa waktu yang lalu. Sederhana saja, Hasbibunallah, cukuplah Allah SWT penolong bagiku. Bukan serba kebetulan, tapi Allah memang sudah mengaturnya dengan sangat-sangat cantik.
Keberadaanku sekarang ini, disini, juga pastinya tidak lepas dari rencana Allah yang aku yakin nantinyapun akan berakhir sangat indah. Amiin...
Teramat banyak hal yang harus aku syukuri dari kehidupan “dewasa” ku. Setelah aku menyadari bahwa dalam hal-hal tersulit, pertolongan Allah selalu datang dari arah yang tak pernah kita duga. Bahkan aku terkadang teramat malu, karena pertolongan Allah tetap saja datang, bahkan disaat aku menjauhiNya. Disaat aku lebih banyak berkongsi dengan kemaksiatan, tanpa sengaja menceburkan diri dalam kubangan dosa ataupun enggan mengingat Dia selagi aku lebih akrab dengan hal duniawi, lalu kemudian aku terjatuh, Allah SWT selalu menolongku, lagi-lagi dengan cara-Nya yang selalu misterius.
Aku masih ingat hal terburuk yang pernah kualami dalam hidupku. Kala itu aku masih kuliah ketika aku dan dua orang temanku mencicipi dunia wirausaha. Ya, kami membuka sebuah usaha yang... yah bisa dibilang waktu itu sudah mencapai kata ”sukses”. Namun akibat keserakahan kami dan kesalahan manajemen, usaha itu hancur lebur dan mengantarkanku beserta dua orang temanku ke dalam jurang yang bernama “hutang”. Saat itu aku berpikir mungkin akhir cerita hidupku akan berlabuh di penjara. Tapi Allah punya rencana lain. Dia memberi pertolongan lewat bantuan dari orang tua dan saudaraku. Syukur Alhamdulillah, masalah itu dapat terpecahkan.
Masih di jaman kuliah, aku juga pernah terancam D.O(Drop Out) dari fakultas tempatku mengejar gelar sarjana. Setelah 15 semester tidak lulus-lulus juga, agaknya Pak Rektor mulai bosan dengan keberadaan “angkatan masa lalu”, maka Beliau memberikan warning kepada para mahasiswa angkatan “jadul” untuk segera menyelesaikan kuliahnya. Saat itu, aku juga berpikir aku tidak bakal bisa lulus, melihat Tugas Akhirku teramat berat. Namun rupanya Allah SWT memang berkehendak menjadikanku seorang dengan gelar sarjana di belakang namanya. Maka dengan segenap kekuatan dan doa, penuh rasa syukur akhirnya dibelakang namaku tertera tulisan “, S.Pd”.
Saat itu aku berpikir, dalam hal sekolah aku tidak bisa membanggakan orang tua, selagi kuliah pun aku mengecewakan orang tua, walau akhirnya lulus juga. Dalam urusan kerjaan yang tadinya aku bermaksud untuk mandiri dengan berwirausaha, ehh malah akhirnya merepotkan orang tua. Aku malu. Betapa aku ingin membanggakan orang tuaku. Satu-satunya kesempatan, maka aku harus mendapat jodoh yang seperti diinginkan orang tuaku.
Sambil menunggu jodoh itu datang, Allah menata kembali hidupku kepada jalur yang semestinya. Aku mendapatkan kerjaan yang sangat nyaman sebagai kepala sekolah TK & Playgroup Primagama. Kerjaan yang bener-bener membuatku selalu tersenyum ditengah keceriaan anak-anak. Aku menyadari betul, betapa aku mencintai dunia anak-anak. Satu setengah tahun aku menjadi kepala sekolah TK Primagama cabang Pamulang, untuk selanjutnya aku pindah ke TK Primagama cabang Purwokerto. Kota ternyaman di dunia menurutku. Alhamdulillah, aku masih dipercaya sebagai kepala sekolah disana.
Pada waktu yang benar-benar tepat, Allah SWT akhirnya mempertemukan aku dengan jodohku. Jodoh seperti yang aku harapkan. Seperti juga yang orang tuaku harapkan. Aku sangat gembira ketika pada bulan Juli akhirnya aku menikahinya. Aku melihat tetes air mata kebahagiaan dari mata ibuku. Dan itu juga kebahagiaan hatiku yang tidak bisa aku lukiskan.
Mulai saat itu, aku telah di hadapkan dengan tanggung jawab sebagai seorang suami, yang harus menafkahi istriku. Satu hal yang sangat mengganggu bagiku, bagi kami berdua tentunya, adalah jarak yang terbentang antara aku dan istriku. Aku di Purwokerto sedangkan istriku di Depok, karena dia tetap harus kerja di Jakarta. Kendati demikian aku selalu meyakinkan diriku sendiri bahwa suatu saat, Allah pasti menyatukan kita dalam satu rumah.. Keyakinan itu pula yang selalu aku tularkan pada benak istriku semata-mata agar dia tabah dan sabar menunggu sampai Allah SWT mempersatukan kami
Aku sangat mencintai pekerjaanku sebagai kepala sekolah TK Primagama. Namun setelah perubahan statusku dari lajang menjadi suami orang, pekerjaan ini ternyata cukup membuatku sedikit terengah-engah. Hingga suatu hari ada seorang sahabat yang menawarkan sebuah pekerjaan dengan pendapatan yang cukup untuk menghidupi aku dan istriku, maka dengan sangat berat hati aku harus meninggalkan pekerjaan yang nyaman itu. Aku menganggap, bahwa janji Allah yang menyatakan bahwa setelah menikah pasti akan ada banyal rezeki, maka aku menganggap itulah rezeki pernikahan.
Walaupun masih harus menjalani pernikahan jarak jauh karena pekerjaanku dalam tim project konsultan manajemen waterpark mengharuskanku untuk tinggal di kota Medan, namun setidaknya, aku bisa menghidupi dua dapur, dapurku sendiri di kota medan dan juga dapur istriku disana. Sampai akhirnya, 6 bulan kemudian project itupun selesai.
Sambil menunggu Project selanjutnya, aku menghabiskan waktu bersama istriku dan di rumah orang tuaku. Tak henti-hentinya aku dan istriku tetap selalu berdoa agar kita di satukan dalam satu rumah. Ternyata bagaimanapun juga hidup berumah tangga dengan dua dapur, tetap menjadi beban teramat berat bagi kita.
Seperti di awal tadi, ternyata Allah telah mempersiapkan jawaban segala doaku dan doa istriku selama ini. Saat aku sedang menunggu project selanjutnya, tiba-tiba aku di hubungi lagi oleh mantan atasanku waktu aku masih jadi kepala sekolah TK Primagama di Pamulang. Aku dimintai bantuan untuk mengurus TK lagi. Dengan pertimbangan “asal bisa dekat dan tinggal bersama-sama dengan istriku”, maka tawar menawar angka untuk membeli sesuap nasi untuk istri dan anakku (kelak) pun terjadi, hingga akhirnya menghasilkan sebuah keputusan.
Syukur Alhamdulillah, aku mulai kerja di awal bulan Maret ini. Dan aku merasa kembali ke duniaku, dunia anak—anak. Dunia yang pernah membuatku merasa nyaman. Dan yang paling penting, setiap hari aku bisa menatap wajah istriku menjelang dia tertidur. Itu yang membuatku tak pernah berhenti bersyukur.
Saat ini, semata-mata aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai seorang kepala keluarga untuk mencari nafkah yang halal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Itu saja. Dan aku menyadari dengan amat sangat bahwa di depan sana banyak sekali masalah-masalah lain yang bakal menghadang nantinya. Tapi sampai detik ini, dan sampai nafasku berakhir nanti, aku masih tetap percaya bahwa Allah telah mempersiapkan semua jawaban dan akhir yang pasti membahagiakan.